Movie Review: Surat Dari Praha (2016)


"Lebih baik katakan apa adanya bila memang rindu."

Ini merupakan satu pertanyaan klasik yang pasti akan selalu menimbulkan perasaan bingung serta jawaban yang beragam:  apa makna cinta bagi anda? Apakah cinta harus memiliki, menuntut usaha dan totalitas untuk diraih karena waktu takkan mampu berpihak pada perasaan yang meragu dan mencoba menunggu? Atau apakah cinta tidak harus memiliki, sebatas bahagia melihat yang anda cintai bahagia bersama yang lain meskipun kemudian anda harus berteman sepi dan berkawan kelam karena percaya bahwa daun saja tidak sia-sia jatuh ke bumi? Pertanyaan tadi yang “dipermainkan” dengan manis oleh film ini, Surat Dari Praha, an understated love story.

Review: Kung Fu Panda 3 (2016)


"If you only do what you can do, you'll never be better than what you are."

Rentang waktu lima tahun memang tidak singkat, namun tidak seperti Sherk yang perlahan mulai kehilangan pesona di sekuel yang silih berganti hadir film ketiga dari Kung Fu Panda ini justru berhasil melakukan hal sebaliknya. Kung Fu Panda 3 merupakan kelanjutan penuh “respect” kepada Po dan keluarga panda serta teman-teman binatangnya itu, masih dengan karakter yang memiliki pesona serta humor yang penuh energy berhasil menjadi sebuah animasi yang tidak hanya memperdaya penonton lewat visual namun juga cerita yang mengandalkan isu sikap positif. We missed you, Po. Welcome back.

Review: The Revenant [2015]


"I ain't afraid to die anymore. I'd done it already."

Setelah mencuri atensi sebagai Arnie Grape, kemudian menjadi Romeo, menjadi Jack yang rela mati tenggelam demi Rose, menjadi pilot, menjadi smuggler, menjadi investigator, berpura-pura menjadi penjahat, berpetualang dalam mimpi, hingga menjadi stockbroker Wall Street, akhirnya, Leonardo DiCaprio, dengan meraung dan bergulat bersama beruang kini berada di posisi di mana banyak orang mengatakan merupakan titik terdekatnya dengan piala Oscars yang belum pernah ia genggam. The Revenant, punya visual cantik, punya kinerja penuh komitmen dari Leonardo DiCaprio, 12 nominasi Oscars, Alejandro González Iñárritu's best movie since Birdman.

Review: The Dressmaker [2015]


"I'm back, you bastards."

The Dressmaker seperti sebuah pizza dengan topping yang beraneka ragam. Dari judulnya hal pertama yang terlintas di pikiran kamu mungkin adalah tentang fashion yang memang menjadi pusat utama cerita namun materi itu tidak sendirian, kamu akan menemukan komedi dengan nada hitam, sebuah misteri tentang pembunuhan, hingga kisah asmara yang sensual. Tapi menariknya film yang juga mengusung kisah balas dendam ini walaupun bermain dengan ledakan tetap terasa hangat, seorang wanita yang menggunakan pendirian kerasnya ingin membantu orang-orang di sekitarnya untuk berubah menjadi lebih baik. Ini seperti Chocolat yang menikah dengan fashion dan menjadi liar.

Review: The Boy [2016]


"Be good to him and he will be good to you."

Chucky, Billy the Puppet, Annabelle, menggunakan boneka sebagai senjata baik itu yang bersifat pendamping hingga sebagai senjata utama untuk mencoba meneror penontonnya merupakan sesuatu yang selalu menarik dari sebuah film horror. Tapi kembali lagi ke dasar utama, mereka sebuah boneka sehingga perlakuan serta cara membentuk yang harus diberikan kepada boneka-boneka itu harus benar-benar tepat terutama pada menciptakan impresi menyeramkan dan menakutkan yang mereka miliki. The Boy mencoba menggunakan boneka sebagai senjata utamanya, namanya Brahams (jangan di pisah), tapi ternyata tidak meneror melainkan menjadi boneka bodor. 

Review: Sherlock: The Abominable Bride (2016)


"Dead is the new sexy."

Secara personal saya punya hubungan cinta dan benci dengan series Sherlock, terdapat beberapa episode dari kumpulan kisah misterius penuh liku-liku plot cerdas yang meninggalkan rasa “mengganggu” meskipun mayoritas di antara mereka sukses menyajikan sebuah petualangan mendebarkan dan penuh gairah untuk diikuti dan diamati. Tidak tahu pasti apa maksud edisi special berjudul Sherlock: The Abominable Bride ini hadir di awal tahun ini, namun masih dengan teka-teki yang menarik berhasil memberikan sebuah penyegaran kecil yang menyenangkan.

Review: Anomalisa (2015)


"Our time is limited, we forget that."

Anomali yang memiliki definisi sebuah penyimpangan terhadap sesuatu yang biasa/normal/umum dalam suatu lingkungan tertentu memiliki dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan perilaku. Anomali dari dimensi perilaku merupakan perilaku yang menyimpang atau aneh dan ganjil dari perilaku yang biasa atau umum secara pribadi, individu, atau sosial. Well, sepintas terkesan sederhana memang, tapi bagaimana jika penyimpangan itu membuat kamu perlahan mulai menilai bahwa semua manusia di bumi kecuali kamu merupakan sosok yang sama? Anomalisa mencoba bermain-main dengan hal tersebut.

Review: Ride Along 2 (2016)


"My nerves is bad, man! Oh my God! Here, zombie! Headshot, Walking Dead!"

Dua tahun lalu Ride Along kala itu berhasil meraih rekor sebagai the highest domestic opening weekend gross di bulan Januari, dan dengan modal $25 juta berhasil meraih pencapaian box office sebesar $154.5 juta, enam kali lipat dari budgetnya. So, dengan kesuksesan tersebut sekuel tentu menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dihindari karena secara tidak langsung Ride Along telah berhasil menjadi sebuah mesin pencetak keuntungan yang menjanjikan. Tapi bukannya dirawat mesin itu justru menemukan kendala besar di sekuelnya, yang tentu saja tidak tampil dengan nama berbeda, Ride Along 2.

The 5th Annual PnM Awards


Pada tahun 2012, empat tahun yang lalu, Moneyball sukses mengisi posisi tertinggi di daftar film terbaik versi saya dengan mengalahkan The Artist, Brad Pitt sebagai aktor terbaik dan Michelle Williams sebagai aktris terbaik. Satu tahun berselang giliran Argo yang menjadi pemenang, Life of Pi meraih tiga kategori teknis, dan walaupun tahun sebelumnya punya pencapaian gemilang Jessica Chastain kalah dari Jennifer Lawrence di kategori aktris terbaik. Penantian terbesar datang di tahun 2014, saya dengan sangat bahagia menaruh Leonardo DiCaprio sebagai aktor terbaik, dan tahun 2015 menelurkan Whiplash yang langsung masuk daftar film favorit saya sejak pertama kali mengenal film. So, siapa para terbaik selanjutnya? Okay. The stage is set, the curtain rises. We are ready to begin. Thank you and please welcome The 5th Annual PnM Awards.

Review: The 5th Wave [2016]


Mari sambut satu lagi film young adult bertemakan bencana dunia yang mencoba peruntungannya untuk menembus pasar yang dapat dikatakan kini kembali sengit setelah di tinggal pergi oleh jagoannya, The Hunger Games. Haha, apakah kamu belum lelah? Jika belum silahkan coba film yang mengusung gelombang serangan dari alien sebagai materi utamanya ini, but warning, The 5th Wave is a “mean” adventure with member of Mean Girls, sebuah film bencana yang terlalu lembut.

Review: Visions [2015]


Sejak tahun 2009 lalu Blumhouse Productions menerapkan konsep yang “gila” sebagai sebuah production house, ciptakan film sebanyak mungkin dengan konsep murah dan generik seolah nothing to lose dengan hasil yang akan mereka peroleh. Telah memproduksi 42 buah film dan berhasil menyulap budget menjadi berkali-kali lipat dengan pencapaian tertinggi Paranormal Activity, sistem daur ulang yang Blumhouse Productions terapkan kembali coba dilakukan oleh Visions, horror yang murah dan generik.

Review: The Forest [2016]


"You're not real! You're not real! You're not real!"

It's easy to kill a movie, just move it to January. Ya, bagi penikmat film bulan januari telah identik sebagai dump month, bulan berisikan film-film yang oleh studio dianggap tidak punya memiliki kualitas komersial yang mumpuni baik itu dari segi cerita hingga para pemeran. Mari mulai dengan The Forest, sebuah film supernatural horror yang sebenarnya punya setup dan karakter yang baik di tengah konsep klasik yang ia usung tapi sayangnya terlalu asyik menggoda penontonnya.

Review: Daddy’s Home [2015]


Sebenarnya sebuah film komedi itu punya tugas yang paling mudah jika dibandingkan dengan genre lainnya, mereka hanya harus dan wajib membuat penontonnya tertawa, tidak hanya di satu atau dua momen namun di banyak bagian bahkan jika mampu di 70% durasi yang ia miliki. Daddy’s Home yang tampak menarik karena merupakan reuni dari dua pria unik di The Other Guys sebenarnya bisa melakukan syarat tadi, tapi sayangnya sejak awal ia seolah telah menolak dan lebih memilih bermain dengan santai. Hasilnya?

The 30 Best Dance Songs of 2015 – Part 2


So you think electronic music is boring? You think, it's stupid? You think it's repetitive? Well, It is rep-repetitive. Little touch up, pizzicato, relax the tempo, sip some rubato. And if I get too animato, tan my face with adagietto. A niente, mezzoforte, allegro or andante, I can make this voice staccato and it makes it all legato. I don't know, skip a beat, we're rushing now, we'll feel the heat, cruising at the speed of Ayrton Senna, watching the beat, we'll get to Vienna. Without a doubt, the strings are fine the bass is out, give us an entrance, you wrote this house. Here’s The 30 Best Dance Songs of 2015 – Part 2.

The 5th Annual PnM Awards Nominations


So, this is it, bagian pertama penutup awards season yang konsisten terasa mengasyikkan dan membingungkan secara bersamaan. Banyak film menarik dan mengagumkan di tahun 2015 yang lalu, itu fakta yang pertama, namun fakta yang hadir setelah itu adalah kesulitan bagi penikmat film seperti kami yang setiap tahun mencoba menyampaikan daftar terbaik dari berbagai kategori yang kami temui selama setahun. Bukan kesulitan menemukan kandidat terbaik yang kami peroleh namun “kesulitan” memilih siapa yang terbaik dari yang terbaik. So, who's next?

PnM Awards 2016 Early List: Director & Acting Update (Final)


Edisi penutup dari rangkaian PnM Awards 2016 Early List ini merupakan update dari edisi pembuka, sutradara terbaik serta aktor dan aktris terbaik di kategori pemeran utama dan pemeran pendukung. Spotlight memimpin dengan enam kandidat, sesuatu yang sebenarnya tidak mengejutkan. Michael Fassbender punya peluang di dua buah film namun kekasihnya Alicia Vikander punya tiga. Calon nominee tertua berusia 82 tahun dan yang termuda dipegang salah satu performer paling mengesankan tahun lalu: Jacob Tremblay, sementara performer terbaik edisi sebelumnya, Jessica Chastain, punya peluang lewat satu film. Suffragette, Stations of the Cross, Sicario, dan Sherlock masing-masing punya dua wakil di divisi akting. Dan kami dengan berat hati mengeliminasi beruang di The Revenant, hanya karena, ia beruang.


Top 12 Films of 2015


It was a wild and weird year!! Edisi tahun lalu pada periode yang sama di awal tahun ini saya sudah memiliki tiga film untuk saya pertimbangkan menjadi yang terbaik. Edisi tahun ini? Jumlahnya tiga kali lipat! Kondisi tersebut bukan berarti menandakan bahwa pada tahun 2015 yang lalu tidak ada film yang benar-benar istimewa jika dibandingkan dengan film lain karena yang terjadi justru sebaliknya, karena tahun 2015 menghasilkan banyak film yang berada di level mengagumkan, semua punya peluang sama besar, semua bisa saling mengalahkan! Yeah, it’s fun, but still, weird. So, berikut adalah 12 film terbaik tahun 2015.

PnM Awards 2016 Early List: Director Debut, Documentary, & Performance


Edisi kelima early list PnM Awards 2016 kali ini menaruh fokus pada calon terbaik dari film dokumenter, film debut terbaik dari sutradara, dan performance terbaik dari divisi akting yang terbagi menjadi tiga bagian: best ensemble cast, best breakthrough performance, dan best youth performance. Tahun lalu kami meninggalkan kategori film dokumenter karena kala itu jumlah film yang kami tonton sangat sedikit. Seolah ingin menebus kesalahan tersebut sepanjang season terbaru ini terdapat 21 buah film dokumenter yang masuk kedalam list kami. Kategori breakthrough dan youth performance tidak kalah mengejutkan secara kualitas. Dan meskipun tahun ini seperti tahun Alicia Vikander ternyata ia tidak berada dalam situasi menang tanpa kontes untuk menjadi performer of the year.

Riringina’s 20 Favorite Movies of 2015



Mungkin akan terkesan aneh namun sebagai pembuka saya mengucapkan terima kasih kepada semua pengunjung rorypnm di tahun 2015 yang lalu. Well, tahun 2015 merupakan tahun yang berat bagi rorypnm, grafik semangat menulis selalu naik dan turun berkat berbagai masalah yang menghampiri rorypnm, namun berkat atensi dari kamu semua pula mereka tidak pernah berada di titik nol. Namun hal serupa tidak terjadi di film yang rilis tahun 2015 yang lalu. Mereka tidak memberikan grafik naik dan turun, mereka seperti sekumpulan kue nikmat yang seolah memaksa kamu untuk  datang mencicipi mereka, kalau tidak, well, kamu akan menyesal!

PnM Awards 2016 Early List: Animated, Editing, Screenplay, & Visual Effect


Pada edisi keempat early list ini kami akan menghadirkan daftar calon terbaik dari dua elemen penting di luar big six dari sebuah film: editing dan screenplay, lalu film animasi, dan yang terakhir teknologi yang kini seolah telah menjadi sahabat yang begitu akrab dalam produksi film, visual effect. Di bagian film animasi terdapat 13 buah film yang berpeluang menjadi runner-up, sementara di sektor efek visual meskipun didominasi film-film blockbuster kami punya impresi yang kuat terhadap film yang lebih kecil skalanya seperti film yang menggunakan robot hingga beruang. Sementara terdapat konsep sangat sederhana dengan menggunakan editing dan screenplay, yaitu film yang memiliki wakil di dua kategori tadi tentu sudah selangkah di depan untuk menjadi yang terbaik. 

The 30 Best Dance Songs of 2015 – Part 1


Jika saya harus memilih genre music apa yang paling sering saya dengarkan tahun lalu jawabannya adalah dance music. No, bukan tango, salsa, maupun cha-cha-cha, maybe one day, namun sekarang electronic dance music. Dari dance-pop, disco-funk, dance-rock, hingga deep house, berikut adalah 30 buah lagu dance yang berhasil secara konsisten mengisi posisi teratas playlist dance song saya sepanjang tahun lalu, dari lagu yang akan membuat anda menggerakkan tubuh penuh energi hingga lagu yang membuat anda tersenyum bahagia ketika mendengarkannya saat bersepatu roda. Tapi tenang saja, tidak ada Hotline Bling. Oh, I don’t nae nae too.

Movie Review: Star Wars: The Force Awakens (2015)


"Chewie, we're home."

Membangunkan kembali salah satu franchise paling terkenal di bumi setelah tertidur selama sepuluh tahun bukan pekerjaan yang sulit, namun jika disertai dengan kewajiban untuk memperbaiki citra atau image yang sempat dibawa turun satu level oleh tiga buah prekuel adalah bukan sebuah tugas yang mudah. Seperti judul yang ia gunakan, The Force Awakens merupakan upaya kebangkitan yang dilakukan oleh Star Wars, memberikan perputaran dan nafas yang baru dan segar dengan mencampur old and new, sebuah nostalgia penuh sukacita bagi fans yang tetap mampu membuat penonton baru untuk jatuh cinta. Star Wars: The Force Awakens, a new hope in a new start.