Movie Review: The Kings of Summer (2013)


Menjelang berakhirnya usia remaja, mayoritas dari anda pasti pernah mengalami hal ini, meningkatnya rasa ingin tahu pada sesuatu yang baru, dan menjadikan aturan yang orang tua anda telah terapkan semakin mengikat, menyiksa, dan mengganggu. The Kings of Summer adalah contoh sederhana, coming-of-age yang menyatukan komedi dan drama, menyajikan sebuah proses bertumbuh dan menemukan dari remaja dan orang dewasa, kemasan absurd yang mencoba membuktikan selalu ada batasan dalam segala hal.

PnM Music Chart - 092813


Movie Review: The Broken Circle Breakdown (2012)


"I would swim the seas for to ease your pain."

Hal ini jelas tidak bersifat umum dan tidak mencerminkan sebuah fakta yang belum tentu terjadi pada semua orang, namun ketika anak-anaknya telah dewasa, orang tua punya tugas yang begitu besar sebagai pemersatu, dan dapat menggoyahkan kapal bernama keluarga itu jika salah satu dari mereka menghadapi masalah. Tapi tidak sedikit pula hal tersebut berlaku sebaliknya, dimana anak sering kali mengalahkan janji suci “till death do us apart” itu untuk menjadi alasan orang tua untuk tetap bersama. Ini akan membuat anda tertawa bahagia, menari penuh suka cita, hingga menyajikan sebuah kesedihan yang ekstrim. The Broken Circle Breakdown, solid, lucu, sangat menyedihkan, sebuah kemasan emas yang mengejutkan, heartbreaker.  

Movie Review: Oh Boy (2012)


Oh Boy adalah sebuah sensasi bulan april yang lalu pada perhelatan German Film Award yang diberi label sebagai Oscar bagi perfilman Jerman. Berhasil memenangkan enam perhargaan dari sembilan nominasi yang ia peroleh, menundukkan kompetitor mega budget bernama Cloud Atlas hingga Lore dalam kategori best film, yang menarik ini justru adalah film debut dari sutradara bernama Jan-Ole Gerster. Terinspirasi dari lirik A Day in the Life milik John Lennon, Oh Boy adalah petualangan tragicomedy selama satu hari yang absurd, ringan, dan menyenangkan, ketika tragis dan melankolis berpadu dengan manis.

Movie Review: Much Ado About Nothing (2013)


“If I do not love her, I am a fool.”

Sebenarnya ini adalah sebuah film yang mengejutkan, bagaimana ketika sutradara yang telah berhasil menghantarkan The Avengers menuju tangga kesuksesan justru memilih untuk melanjutkan petualangannya dengan mencoba mengadaptasi salah satu karya William Shakespeare yang dikemas sangat sederhana, shooting di rumah pribadi miliknya di California hanya dalam kurun waktu 12 hari, dan kemudian dikemas dalam tone hitam-putih. Much Ado About Nothing, ini manis.

Movie Review: Insidious: Chapter 2 (2013)


"In my line of work things tend to happen when it gets dark."

Berhasil meraih pendapatan 60 kali lipat dari budget yang ia miliki, hanya orang bodoh dalam dunia industri perfilman yang tidak mau meneruskan film tersebut, dengan opsi lain ia mungkin sudah kehilangan cinta. Yap, mungkin ini adalah alasan dimana Paranormal Activity series yang selalu sukses melakukan sulap tersebut memutuskan absen tahun ini, mereka sudah mulai kehilangan cinta dari penonton, memberikan ruang atau mungkin menyerahkan tongkat estafet kepada Insidious: Chapter 2, another financial success, tidak berhasil mengulangi apa yang pendahulunya pernah lakukan dalam hal kualitas.

Movie Review: The World's End (2013)


Apakah menjadi dewasa adalah sebuah proses alamiah dimana ia akan muncul dan menghampiri anda ketika saatnya telah tiba, atau justru merupakan sesuatu layaknya harta karun yang hanya dapat anda dapatkan dengan berupaya untuk menemukannya. Enam tahun berlalu, mereka kembali, film ketiga dari The Three Flavours Cornetto trilogy, Simon Pegg dan Nick Frost, tidak ada zombie, tidak ada polisi gila, hanya dengan obsesi pada beer dan masuk kedalam petualangan sci-fi comedy dengan sentuhan apocalypse, The World's End, menyenangkan.

Movie Review: This Is the End (2013)


Seorang teman pernah berkata pada saya yang intinya, “aku ingin kelak sebelum mengakhiri hidup, mati ataupun itu kiamat, berkumpul bersama orang-orang yang aku cintai dalam suasana damai.” Tentu sebuah harapan indah yang di inginkan banyak orang, namun garis finish itu tidak dapat diprediksi kapan akan datang, dan enam pria ini harus menerima fakta menghadapi ajal mereka dengan berkumpul bersama dalam sebuah rumah yang dipenuhi masalah. This Is the End, dengan premis sederhana mampu menghadirkan kekacauan yang gila.

PnM Music Chart - 092113


Movie Review: You're Next (2013)


“Horror films often deal with the viewer's nightmares, hidden fears, revulsions and terror of the unknown.” Empat materi tersebut hadir di film ini, dari mimpi buruk, hadirnya kejutan, rasa takut, sampai dengan terror dari sosok yang tidak dikenal. Singkat saja, You’re Next, film yang telah tertunda selama dua tahun, sebuah kemasan horror yang mampu membuat penontonnya bergembira.

Movie Review: Secretly, Greatly (2013)


Salah satu cara sederhana bagi sebuah film untuk menjadikan ia mudah dikenang adalah dengan menyajikan sebuah cerita yang tidak begitu menarik dibagian pembuka, ya mungkin tetap punya potensi, namun perlahan mulai bergerak naik kearah positif dan berhasil mencapai puncak klimaks di akhir cerita. Secretly, Greatly melakukan hal tersebut, namun sayangnya dalam sisi negatif, kembali dengan nafas gesekan antara dua negara Korea, punya potensi namun tidak punya kombinasi cerita ringan dan berat yang mumpuni.

Movie Review: The Family (Malavita) (2013)

 

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Hal tersebut tentu saja menarik, namun jika di lihat dari konteks positif. Lantas bagaimana jika sebuah keluarga terdiri dari Ayah yang pernah berurusan dengan mafia, punya istri sesama pembunuh berdarah dingin, yang kemudian turun ke generasi berikutnya pada anak mereka yang tidak pernah merasa takut untuk bermain dengan masalah. The Family (Malavita), predictable, sempit, ringan, unfocus, yang dapat dirangkum dalam sebuah kata, F.

Movie Review: 2 Guns (2013)


Buddy cop film selalu mudah untuk tampil menyenangkan, selama anda tidak menaruh ekspektasi yang sangat tinggi. Bad Boys, The Other Guys, 21 Jump Street, hingga yang terbaru The Heat, mereka bukan kemasan yang pintar namun telah membuktikan mampu menarik dan memperoleh cinta dari para penonton. Sama halnya dengan 2 Guns, tidak ada ekspektasi yang begitu tinggi, hanya berharap mendapatkan sebuah tontonan yang berisikan kebodohan yang tidak terlalu bodoh, namun justru memberikan sebuah kejutan dalam bentuk kombinasi aksi dan komedi yang mumpuni.

Movie Review: The Bling Ring (2013)


"If you can’t be famous, be infamous."
Selebriti adalah pubic figure. Kalimat itu mungkin sudah familiar di telinga ketika, bagaimana dengan segala kemudahan yang mereka peroleh menjadikan sosok-sosok terkenal tersebut menjadi sorotan dan idola masyarakat, tanpa mengenal batasan dari golongan hingga usia. Yeah, mereka menjadikan banyak orang bermimpi untuk dapat menjadi seperti mereka. The Bling Ring coba menggambarkan dampak dari sikap hedonisme yang tumbuh secara berlebihan, Sofia Coppola masih dengan sentuhan warna Lost in Translation, dunia kriminal penuh mimpi, obsesi, dan ambisi, yang sayangnya tidak sepenuhnya menyenangkan.

Movie Review: The Frozen Ground (2013)

 

Mereka memang punya kualitas akting yang tidak buruk, namun jika anda diminta untuk mendeskripsikan Nicolas Cage dan John Cusack dalam satu kata maka jawabannya adalah: ragu. Kick-Ass menarik berkat bantuan Cage, begitupula dengan Hot Tub Time Machine dengan kehadiran Cusack, tapi coba tarik lima tahun kebelakang maka list yang mereka miliki lebih sering berisikan film kelas C hingga E, dari 2012, The Raven, hingga Ghost Rider dan Stolen. Yang mengejutkan adalah The Frozen Ground berhasil tampil berbeda, thriller yang tidak memikat, namun juga tidak menyiksa.

Movie Review: Grown Ups 2 (2013)

 

Adam Sandler adalah aktor yang serba bisa. Ia bisa menjadi ayah angkat yang jobless, pria penderita penyakit psikologis, tentara yang kemudian menjadi penata rambut, memaksa Jennifer Aniston untuk mau menjadi istri palsunya, bahkan menjadikan Al Pacino jatuh cinta padanya. Masuk ke level produser, tidak heran Sandler tetap eksis, dan kerap kali mampu memperoleh penghasilan dua kali lipat budget yang ia punya. Tapi ia standard, apakah wujud kesetiaan dengan cara yang ia punya, atau justru karena rasa takut, yang kemudian menjadikan kehadiran film ini cukup mengejutkan. Yap, Grown Ups 2, film sekuel pertama Sandler, sukses di box office, masih dengan materi bodoh yang bodoh.

Movie Review: Kick-Ass 2 (2013)

 

"The real world had real consequences."

Cara paling tepat untuk menikmati hidup adalah tentu saja dengan melakukan apa yang anda senangi, apa yang mampu menjadikan anda akan melakukannya dengan senang hati, menikmati tiap detik yang berlalu, tanpa ditemani beban yang memberatkan serta mengganggu. Ini yang menjadi fokus utama Kick-Ass 2, sekuel dari Kick-Ass yang sempat menjadi bagian dari kejutan tiga tahun lalu, kumpulan manusia biasa yang berkostum aneh, mampu menghadirkan kekacauan menyenangkan. Sayang, di edisi kedua ini ia hanya punya unsur pertama, karena kekacauan itu tidak lagi menyenangkan. (Warning: review contains strong language)

Movie Review: We're the Millers (2013)

 

"You never really know until you know."

Tentu saja ada alasan mengapa manusia dijuluki sebagai makhluk sosial, karena mereka perlu orang lain disekitarnya untuk menjadikan hidup mereka bertumbuh, salah satunya mungkin membuka jalan untuk menemukan apa yang selama ini tidak mereka dapatkan. We're the Millers coba membawa hal tersebut dalam petualangan bodoh, bagaimana hal palsu yang justru menuntun empat orang menuju kebahagiaan. Yap, sekali lagi, ini bodoh, klasik, standard, predictable, namun secara mengejutkan tampil menghibur dan menyenangkan.   

Movie Review: The East (2013)


"Poison our habitat, we'll poison yours."

Sebenarnya apa makna dari kata adil? Apakah penggambaran dari kondisi sama rata yang pada akhirnya menjadikan kejahatan harus di balas pula dengan kejahatan? Bukannya dengan menyakiti orang yang telah menyakiti banyak orang hanya justru menjadikan kita sama buruknya dengan mereka? Pertanyaan tadi digunakan sebagai pondasi oleh Zal Batmanglij dan Brit Marling pada kolaborasi kedua mereka, The East, sebuah thriller yang mumpuni. Ya, mumpuni.

PnM Music Chart - 090713


Movie Review: Planes (2013)


"Ladies and gentleplane, can we have your attention please?"

Adalah sebuah hal yang tidak dapat terbantahkan bahwa dibalik tujuannya untuk menghibur lewat gambar-gambar ilusi ada tujuan lain yang diemban oleh sebuah film animasi, “menjual” karakter. Namun hal tersebut seharusnya hanya menjadi sesuatu yang minor dibalik fokus mereka pada tujuan utama tadi, yang ternyata tidak dilakukan oleh Disney pada spin-off dari Cars ini. Planes, datar, tidak inspiratif, membosankan.  

Movie Review: Riddick (2013)


“You keep what you kill.”

Vin Diesel adalah aktor yang menyandang status sulit. Sulit untuk membencinya, ia mampu menjadikan Xander Cage, Toretto, hingga Riddick menjadi karakter yang ikonik, namun sulit pula untuk benar-benar mencintai kualitas aktingnya karena ia seperti tidak mampu untuk mencoba naik ke level yang lebih tinggi dari yang telah ia raih sekarang, seperti terjebak dalam tiga karakter tadi. Hal tersebut yang kemudian menimbulkan pertanyaan kehadiran Riddick, sudah tertidur Sembilan tahun, apakah masih penting? Atau sebagai tanda bahwa Vin Diesel sudah kehabisan karakter? 

Movie Review: The Internship (2013)


Apakah anda pernah berpikir bahwa Tuhan memasukkan anda kedalam dunia tanpa membekali anda satu kemampuan sama sekali? Syukurlah jika jawabnya adalah tidak, karena semua individu penghuni bumi yang berjumlah tujuh milyar lebih itu pasti punya kemampuan ataupun keahlian. Sumber dari semua masalah yang ada sebenarnya apakah skill yang mereka miliki dipergunakan dengan tepat? The Internship, cukup menghibur, bukti dari prinsip manajemen untuk meraih kesuksesan, the right man in the right place.

[Special Feature] Do Arsenal need Mesut Özil?


Transfer Deadline Day (TDD), mungkin bukan sesuatu yang menarik satu dekade yang lalu, namun beberapa tahun kebelakang telah menjadi 24 jam yang menyenangkan bagi pecinta sepakbola, penuh warna hitam dan putih dari pendukung klub penjual dan pembeli, saling ejek yang dibarengi rasa cemas dari pengamatan transfer yang bergerak seperti bola liar. Yap, selain sebagai momen untuk mengamati kekuatan lawan, melakukan pembenahan minor pada tim, TDD adalah arena jual-beli layaknya pasar tradisional, saling tawar yang intens, beli murah melawan jual mahal, tempat bermain bagi klub yang berorientasi pada dana. Salah satunya Arsenal, klub asal London yang sudah delapan tahun tanpa gelar.

Movie Review: A Teacher (2013)


"If you don't want me to steal your heart, lock me up and keep us both apart."

Masalah adalah makanan bagi orang dewasa, sedangkan bersenang-senang adalah pekerjaan anak muda. Manusia terbagi dalam dua kelas, dewasa dan tidak dewasa, bukan dalam konteks dengan tolak ukur usia, namun lebih kepada bagaimana sistem yang mereka terapkan dalam menjalani serta membangun kehidupan. Pertanyaannya adalah dapatkah dua insan dengan sistem yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh? A Teacher, impressive performance, efisien, efektif, terlalu singkat.