17 November 2013

Movie Review: Killer Toon (2013)


Korea dan horror? Kombinasi tersebut tidak dapat dipungkiri memang kurang begitu populer jika membahas industri perfilman Korea, dimana posisi pertama di tempati oleh drama, disusul romance, dan setelah itu baru di isi beberapa genre dalam posisi sejajar, termasuk didalamnya komedi, history, dan crime. Ya, mereka kurang begitu populer, itu mengapa keberhasilan Killer Toon ((Deo Web-toon: Ye-go Sal-in) meraih satu juta penonton pada pertengahan tahun ini menjadi sebuah kejutan tersendiri.

Seo Mi-Sook (Kim Do-Young), seorang publisher yang bekerja pada sebuah website komik, suatu ketika memilih lembur hingga larut malam. Namun sesuatu yang mengejutkan ia temukan ketika kembali dari mengambil segelas minuman, sebuah naskah komik telah hadir dilayar komputernya, padahal sebelum ia tinggalkan masih dalam proses downloading. Hal aneh tidak berhenti sampai disitu, karena naskah tersebut ternyata berisikan semua memori dan rahasia Seo Mi-Sook yang tidak pernah ia ceritakan pada orang lain.

Kecemasan Seo Mi-Sook semakin bertambah ketika hal aneh lainnya mulai hadir, yang uniknya sesuai dengan apa yang tergambar dalam komik. Celakanya kematian Mi-Sook justru dimanfaatkan oleh Lee Ki-Cheol (Uhm Ki-Joon) dan Kim Young-Soo (Hyun Woo), dengan tujuan utama untuk meraih popularitas, padahal sudah melabeli kasus itu sebagai tindakan bunuh diri. Ya, itu pada awalnya, karena setelah bertemu dengan kartunis dari komik tersebut, Kang Ji-Yoon (Lee Si-Young), dan serangkaian kasus serupa, mereka mulai menyadari bahwa ada koneksi terselubung dari gambar-gambar tersebut.


Killer Toon adalah sebuah horror klasik, sederhananya seperti itu. Namun hal utama yang membuat film ini berhasil menarik perhatian dan tidak jatuh menjadi sebuah kemasan murahan adalah konsep yang ia usung, menciptakan kombinasi antara webtoon yang kemudian digunakan untuk melakukan prosedurial kepolisian untuk memecahkan misteri kematian. Ya, bahkan materi dasar yang ia gunakan juga bukan merupakan sesuatu yang baru, jika berbicara Korea tahun lalu ada Don't Click yang menggunakan video sebagai sarana utama. Tapi Killer Toon sukses karena ia berpegang teguh pada konsep utama sebuah film horror.

Ceritanya mungkin tidak special, bahkan kehadirannya juga seperti sebuah upaya untuk memanfaatkan trend dari webtoon yang sempat booming. Namun disisi lain Kim Yong-Gyun dan penulis cerita, Lee Sang-Hak, tahu bagaimana mengolah fenomena tersebut untuk menjadi sebuah kemasan yang menakuti-nakuti penontonnya secara efektif. Ya, efektif, ini tidak megah, ini bahkan terasa dangkal dibeberapa bagian, namun jika berbicara rasa takut dan cemas yang ia berikan Killer Toon berada di level memuaskan. Bahkan diparuh pertama saya merasakan intensitas tekanan yang sama baiknya seperti apa yang Sinister pernah berikan.

Terjebak di kegelapan, menggunakan situasi menunggu dalam keheningan, kemudian hadir gotcha moment, mudah untuk mengatakan hal-hal tadi sebagai sesuatu yang standard. Tapi dengan pergerakan kamera yang mumpuni serta penempatan dan permainan tempo dan tensi yang ciamik, hal standard tadi sukses tampil menakutkan, dan memikat. Itu belum menghitung keberhasilan Kim Yong-Gyun dalam melakukan perpindahan antara dunia komik dan dunia nyata untuk saling bantu membangun cerita, halus dan manis. Sebenarnya dengan bermain aman dan secara konsisten menerapkan cara tadi hingga akhir film ini akan memikat, sayangnya Kim Yong-Gyun punya misi berbeda.


Cerita yang tidak begitu special tadi merupakan sumber rusaknya Killer Toon. Narasi yang sederhana tadi coba dibentuk agar tampak lebih megah diparuh kedua, mulai dibentuk sedikit lebih kompleks, dan di isi dengan backstory dan beberapa twist. Memang tidak memberikan efek destruktif skala besar, bahkan mereka tidak predictable, namun ia kurang mampu melakukan kontrol yang baik ketika memperluas plot dan memberi impact yang sangat kentara pada kualitas horror yang ia punya. Kim Yong-Gyun seperti sangat yakin bahwa ini akan semakin menarik jika dibuat sedikit rumit, padahal sejak awal semua karakter yang ia miliki sudah sangat tipis.

Ini mengapa saya selalu menganggap sebuah film horror tidak perlu tampil kompleks, lempar konflik sederhana, dan gunakan formula yang juga sederhana dengan beberapa materi segar yang tidak berlebihan, karena tujuan utama penonton menyaksikan film horror adalah untuk membuat mereka merasa takut. Killer Toon terluka akibat keputusan Kim Yong-Gyun tadi, ia memikat ketika sedang membangun misteri serta situasi mencekam dan menegangkan yang dikemas dengan padat dan efektif, namun saat masuk ke fase membuka tabir dari fakta sesungguhnya (yang celakanya diberi porsi sama besar) ia tidak mampu tampil sama baiknya.

Killer Toon berhasil mencuri perhatian berkat cara ia dibangun, bukan karena kualitas dari divisi akting. Saya suka ketika melihat Lee Si-Young bermain dengan wajah polosnya pada How to Use Guys with Secret Tips, namun di sini ia tidak memikat, kurang kokoh, kurang meyakinkan. Dampaknya flashback yang seharusnya mampu semakin mempercantik cerita akhirnya terkesan biasa, karena ia kurang mampu berdiri sendiri di posisi terdepan untuk memimpin misteri dari cerita yang bergantung padanya. Ia juga sempat terlupakan ketika Mun Ka-Young, Kwon Hae-Hyo, Uhm Ki-Joon, dan Hyun Woo melaksanakan tugas mereka.


Overall, Killer Toon (Deo Web-toon: Ye-go Sal-in) adalah film yang cukup memuaskan. Hanya permainan visual yang stabil menghibur sejak awal hingga akhir, horror klasik yang tampil memikat dan berhasil memberikan rasa takut di paruh pertama itu hilang di paruh kedua berisikan penelusuran penuh twist yang hampir menjemukan.  Ada satu titik perpindahan warna cerita yang implisit, jika anda berhasil menghindar atau bahkan mencegah agar perubahan itu tidak bermain di pikiran anda, apa yang diberikan Killer Toon di paruh kedua mungkin tidak akan memberikan degradasi yang berarti pada tingkat kepuasan akhir yang anda peroleh.



0 komentar :

Post a Comment