11 July 2013

Movie Review: Pacific Rim (2013)

 

“To fight monsters, we created monsters.”

Expectations can be something terrible. Ekspektasi sebelum menonton adalah hal yang wajib, namun ketika anda telah masuk dalam sebuah harapan yang begitu tinggi dan memabukkan tapi kemudian mendapati fakta yang jauh dari harapan tersebut hasilnya justru akan menyakitkan. Pacific Rim, my #1 most anticipated summer movie 2013, kurang berhasil memberikan apa yang di harapkan, sebuah perjuangan menyelamatkan bumi dalam balutan kesombongan visual.

Tidak hanya dari luar angkasa, di masa depan bumi juga harus berhadapan dengan makhluk asing yang berasal dari perutnya sendiri. Kaiju ( ), sekawanan monster raksasa mirip Godzilla yang telah berhasil membangun markas di portal bawah air yang disebut “The Breach”, berlokasi di lingkar Samudra Pasifik. Mereka mengggunakan lubang cacing sebagai akses utama menuju bumi, menyerang jutaan orang di negara pantai pasifik. Tekanan tersebut memaksa pemerintah dunia membangun senjata khusus, robot besar yang dikenal dengan nama Jaegers, dikendalikan oleh dua pilot yang disatukan lewat sinkronisasi pola otak yang disebut "neural handshake."

Namun itu ternyata tidak menjadi solusi terbaik, dan proyek yang dipimpin oleh Stacker Pentecost (Idris Elba) inipun kehilangan dukungan dari pemerintah dunia yang lebih memilih membangun dinding raksasa. Terkadang pemberontakan perlu dilakukan, hal yang dimiliki oleh Pentecost, memutuskan melanjutkan proyek tersebut, merekrut Raleigh Becket (Charlie Hunnam) yang masih dirundung trauma, merelakan sosok yang ia sayangi, Mako Mori (Rinko Kikuchi), dan terus memupuk asa pada keyakinan bahwa cara terbaik mengalahkan monster adalah dengan menciptakan monster.


Guillermo del Toro sekali lagi menunjukkan bahwa ia punya daya imajinasi visual yang mematikan. Kreasi negeri fantasi, monster jelek yang indah, robot canggih memanjakan mata, penggunaan cairan neon berwarna biru bercahaya ditengah gelapnya malam, editing cepat dengan close-up shoot yang memikat, memang tidak se-intim Pan's Labyrinth namun Del Toro berhasil mewujud nyatakan mimpi para penonton akan sebuah hiburan pada aksi robot vs monster. Tapi saya selalu yakin bahwa film adalah sebuah gambar bergerak yang bercerita, elemen kunci yang tidak dimiliki Pacific Rim dan tidak mampu ditutupi oleh tampilan visual, sesuatu yang bahkan tidak sanggup diatasi oleh sutradara seperti Del Toro.

Tampilan visual yang sangat indah, fantastis, menyilaukan, dan cemerlang, yang sayangnya seperti digunakan sebagai alat untuk memperdaya penontonnya agar luput dari kelemahan yang ia miliki. Yap, Pacific Rim adalah film yang mencoba menutupi kelemahan yang ia miliki dengan tampilan visual yang menyenangkan. Hal ini jelas sudah sering digunakan pada film-film dengan budget besar, namun kali ini skenario yang digunakan Del Toro kurang berhasil dimana kelemahan yang ia ciptakan ternyata terlalu besar untuk sekedar di tutupi dengan tampilan visual.

Pacific Rim adalah film yang malas dalam bercerita, dan lebih terlalu sibuk membangun adegan yang berupaya menjadikan penontonnya bergumam “wow”, yang sayangnya tidak banyak terjadi. Jika anda menginginkan film robot vs monster yang lebih baik dalam konteks cerita, Pacific Rim tidak akan tampak begitu megah bagi anda. Dialog antar karakter seolah hilang tanpa jejak ditengah kemewahan yang ditampilkan oleh visual yang ia miliki. Ini memberikan dampak tidak ada jiwa yang dimiliki film ini, diluar adegan pertarungan semua terasa datar dan monoton, semakin jauh ia berjalan semakin kecil rasa antusias yang tertinggal.

Terlalu besar gap yang tercipta di bagian tengah cerita untuk membangun kisah kelam ini, hal krusial yang memberikan dampak pada hilangnya momentum menarik yang telah ia ciptakan di bagian pembuka. Mereka terlalu sering mondar-mandir dengan hal-hal yang kurang begitu berarti, berbelit-belit hanya sebagai upaya agar tampak variatif, membangun karakter serta banyak kisah personal yang sayangnya dikemas dalam dialog-dialog yang kurang energik dan kurang bersemangat. Hal ini perlahan menggerus rasa cemas dari ancaman para monster yang telah dipaku di bagian awal. Yap, beberapa sub-plot yang cukup variatif itu tidak diolah dengan baik, tidak diperhatikan dan hanya dijadikan tempelan. Mereka tampil berantakan, padahal mereka sudah menyandang status predictable.


Pacific Rim punya kualitas cerita yang miskin. Cerita yang cukup dangkal tidak berhasil membangun sebuah kompleksitas yang sebenarnya punya peran penting untuk meningkatkan kerumitan dari ancaman apocalypse. Pacific Rim justru tampak seperti sekumpulan robot Tranformers yang bermain di air, lebih keren, lebih ganas dan intens. Beberapa komedi menjengkelkan yang disuntikkan memang cukup mampu menjaga daya tarik cerita disaat tensi cerita mulai turun, dan menjaga daya tarik cerita dari ancaman beberapa plot-hole mengganggu dengan kandungan berbagai hal klise yang sesungguhnya cukup menjengkelkan, namun tetap tidak berdaya untuk mempertahankan excitement dari pertarungan dibagian akhir yang sudah dinantikan sejak awal.

Berbagai kelemahan terutama karakter yang kurang menarik mungkin dapat dimaafkan begitu saja andai adegan pertarungan yang dihadirkan mampu tampil jauh lebih cerdas, namun sayangnya itu tidak terjadi. Tidak ada tensi dan suasana dari sebuah pertempuran yang menjadikan masa depan bumi sebagai taruhan utamanya, justru tampak seperti robot yang sedang menghadapi musuh-musuh yang bodoh, bergerak liar dan brutal, dan akhirnya dinyatakan mati. 

Pacific Rim memang tampak berani namun sesungguhnya bermain dalam lingkup aman. Ini adalah film yang memilih untuk tampil sombong di bagian visual, berharap berhasil memabukkan para penontonnya, dan upaya minim yang mereka berikan pada cerita dapat dimaafkan begitu saja. Memang tidak layak mengharapkan suatu pesan berarti dari film dengan tema seperti ini, sesuatu yang tidak ada di ekpektasi awal, namun untuk sebuah film dengan cerita yang bertumpu pada ancaman makhluk asing yang begitu besar Pacific Rim adalah sebuah sajian yang datar, dangkal, dan menggelikan. Del Toro mungkin akan merasa puas karena misi utamanya untuk menjadikan Pacific Rim tampak sejuk dan bercahaya berhasil, namun tidak bagi penonton yang mengharapkan hal tersebut dibungkus bersama cerita yang lebih mumpuni.

Tidak ada yang dominan dari cast yang dimiliki film ini, dan ruang yang tersedia bagi mereka ada beberapa yang cukup minim, dan beberapa membuang percuma kesempatan yang ia miliki. Sebut saja Idris Elba, pemimpin yang tidak memiliki karisma, ekspresi yang datar, dan gagal menjadi tombak utama yang membakar semangat perjuangan, terutama speech yang ia berikan menjelang pertarungan sangat sangat datar. Hunnam dan Rinko Kikuchi tampil biasa, tidak punya chemistry. Nilai positif untuk Charlie Day (Dr. Newton Geiszler) dan Burn Gorman (Gottlieb), yang meskipun menjengkelkan namun sanggup memberikan nafas segar bagi cerita. Scene stealer menjadi milik Ron Perlman (Hannibal Chau).


Overall, Pacific Rim adalah film yang cukup memuaskan. Dia punya kualitas adegan aksi yang tidak begitu mengagumkan, script yang lemah, penampilan akting yang tidak special, dan dibungkus bersama music yang beberapa kali sempat mengganggu. Guillermo del Toro tidak dapat berbuat banyak pada cerita yang disusun bersama Travis Beacham ini, namun dari segi tampilan visual Pacific Rim adalah tontonan yang sangat brilliant, Oscar maybe? Pacific Rim jelas layak untuk mendapatkan perhatian, namun sebaiknya tidak memasang ekspektasi yang terlalu tinggi untuk dapat menikmati pertunjukan visual yang ia hadirkan.



4 comments :

  1. ketika Ultraman+Evangelion disatukan dengan CGI versi Hollywood, Tadaaa jadilah Pacicif Rim !!

    Sayangnya ya itu, nothing more than Robot vs Monster with awesome visual.

    Perbandingannya dengan film robot lain:

    Visual: Pacific Rim > Transformers
    Story: Pasific Rim < Real Steel

    Transformers fanboy yang suka dengan robot2 dan destructive things pasti seneng ama ini film.

    Tapi secara cerita, film robot ini kalah sama Real Steel. :)))

    nice scoring, dude~!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju ma komen nya mas adit..Real Steel terlihat lebih REAL !!!

      Delete
  2. @Adhitya Teguh Nugraha: Justru imo Real Steel itu serupa ama Pacific Rim, visualnya keren, ceritanya miskin, tapi karena lebih ringan jadinya unsur drama family yang sentimental itu bisa bicara banyak. Thanks Guh.:)

    ReplyDelete
  3. Setuju banget ma ulasannya..sy malah ketar ketir ada ultraman keluar ditengah2 film..

    Selama cerita, dalam hati sy berkata : Ini film apaan sih?

    #tepok jidat

    ReplyDelete